Dalam genre manga olahraga, tema sepakbola merupakan salah satu yang paling menarik perhatian orang-orang. Bagaimanapun, sepakbolah adalah olahraga yang paling populer di seantero jagad. Entah itu disajikan secara logis atau pun tidak, manga bertema sepakbola sepertinya tak akan pernah berhenti dibicarakan banyak orang – baik itu anak-anak kecil di sekolah dasar maupun para pekerja kantoran. Meski demikian, tidak semua manga bertemakan sepakbola dapat meraih sukses di pasaran. Alasannya bisa bermacam-macam, dari grafis yang buruk, jalan cerita yang kurang menarik, hingga karakter utama yang kurang menginspirasi. Yang kemudian menjadi pertanyaan: manga apa saja yang layak untuk dikatakan sebagai manga sepakbola paling ciamik sejauh ini?
Fantasista
![]() |
Bagi para penggemar Serie A kata fantasista seharusnya bukanlah sebuah istilah yang asing. Fantasista merujuk pada seorang pemain yang mempunyai sentuhan ajaib, mampu mempermainkan waktu dengan pergerakannya, dan mempunyai sentuhan ajaib berdasarkan imajinasi liarnya. Tak banyak pemain-pemain sepakbola yang mempunyai kemampuan seperti itu. Dan dari beberapa pemain yang medapatkan anugerah dari Tuhan untuk memamerkan keahlian tersebut, kebanyakan dari mereka besar dan tumbuh di Serie A Italia. Namun, Teppei Sakamoto, karakter utama dalam manga Fantasista, adalah salah satu pengecualian.
Apa yang membuat Fansista menjadi salah satu manga terbaik yang pernah ada adalah kemampuan olah bola yang dimiliki tokoh-tokohnya masih mampu dinalar dengan akal sehat. Dalam manga karya Michiteru Kusaba tersebut memang banyak seni olah bola yang sulit untuk diperagakan di dalam dunia nyata. Namun jika dipelajari dengan serius, seni olah bola tersebut bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk dilakukan. Selain itu, Fantasista juga mampu menjelaskan peran-peran yang terdapat di sepakbola secara apik. Manga ini dengan baik menceritakan bagaimana pola pikir seorang regista, libero, hingga seorang trequartista.

Manga ini mulai diterbitkan di Indonesia pada tahun 2003 lalu. Jalan ceritanya lebih berpusat sendiri berpusat pada perjalanan Teppei Sakamoto untuk menjadi salah satu pemain terbaik di dunia.
Offside
Suatu waktu, Thomas Alva Edison pernah mengatakan, "Saya tidak pernah gagal. Saya hanya menemukan 10.000 jalan yang tidak bekerja." Penyataan salah satu tokoh penting asal Amerika Serikat tersebut sepertinya cocok dengan prinsip yang dimiliki oleh Goro Kumayagawa, karakter utama dalam manga Offside.

Dalam manga ini, Goro semula adalah seorang kiper di SMA Kawasaki, sebuah SMA yang dipandang sebelah mata menyoal tim sepakbolanya. Tim ini tidak hanya mempunyai kualitas yang pas-pasan, tetapi juga mempunyai jumlah pemain yang sangat-sangat terbatas. Dengan kondisi tersebut, tak heran jika dalam setiap pertandingan, terutama saat menghadapi tim-tim besar, gawang Goro sering kebobolan dalam jumlah yang bisa membuat malu.
Meski demikian, sebagai kapten tim, Goro tak pernah menyerah. Berapa kali pun gawangnya kebobolan, dia akan tetap bangkit dan berjuang mati-matian untuk terus menjaganya. Hal ini kemudian mampu menginspirasi rekan-rekannya. Dan dengan beberapa tambahan pemain baru, SMA Kawasaki mulai mampu menunjukkan kehebatannya. Mereka terus mencari jalan keluar agar bisa tampil lebih baik. Pada akhirnya, salah satu jalan keluar terbaik berhasil didapatkan ketika Goro berpindah posisi menjadi seorang pemain tengah. Tim menjadi lebih stabil dan semangat yang dimiliki Goro bisa lebih mudah disalurkan dari lini paling krusial tersebut.
Cerita dalam Offside memang berpusat pada Goro, tetapi karakter Shingo dan Yakumaru, duet penyerang SMA Kawasaki, juga sangat menarik perhatian. Jika Shingo mempunyai kualitas teknik yang mumpuni, Yakumaru mampu berlari secepat kilat. Offside sendiri merupakan salah satu karya dari Natsuko Heiuchi, salah satu mangaka yang banyak menghasilkan genre olahraga. Offside diciptakan pada tahun 1989 lalu dan mulai populer beberapa tahun setelahnya.
Shoot!
Salah satu karya terbaik yang pernah diciptakan Tsukasa Oshima. Shoot! pernah mendapatkan penghargaan sebagai manga terbaik dalam Kodansha Manga Award pada tahun 1994 lalu.
Berbeda dengan Offside dan Fantasista, di mana cerita lebih berpusat pada karater utama, Shoot! sebenarnya lebih berpusat pada tim SMA Kakegawa. Toshihiro Tanaka, sang tokoh utama, memang mendapatkan porsi yang lebih banyak, tetapi cerita tentang Yoshiharu Kubo, Atshushi Kamiya, Kazuhiro Hiramatsu, dan Kenji Siraishi, rekan-rekannya di SMA Kakegawa, juga mendapatkan porsi yang cukup besar. Selain itu, tidak hanya skill olah bolanya yang terus berkembang, tokoh-tokoh dalam manga Shoot! juga terus mengalami berkembangan karakter seiring dengan berjalannnya cerita. Itu adalah beberapa kelebihan yang dimiliki oleh manga yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1990 lalu tersebut.
Cerita bermula dari kejeniusan seorang Yoshiharu Kubo. Dirinya digambarkan sebagai seorang pemain sepakbola hebat yang mampu menginspirasi Toshi, Kazuhiro, dan Kenji. Menolak beasiswa menarik dari SMA-SMA yang memiliki tim sepakbola terbaik di Jepang, Kubo justru memilih bersekolah di SMA Kakegawa, sebuah SMA Swasta yang baru berdiri. Di sana, bersama Kamiya, dia kemudian membentuk tim sepakbola. Layaknya duet Johan Cruyff dan Rinus Michels, mereka ingin menciptakan Total Football di Kakegawa. Sayang, saat itu jumlah personil di Kakegawa terbatas dan rekan-rekan mereka tidak mempunyai kualitas yang mumpuni. Namun, begitu Toshi, Kazuhiro, dan Kenji bergabung, peruntungan Kakegawa berubah: Kakegawa berhasil menjadi salah satu tim SMA terbaik di Jepang.

Selain begitu realistis, Shoot! juga mampu menyuguhkan pemahaman mendalam tentang permainan sepakbola –ada pengertian tentang taktik hingga positioning dalam sepakbola. Selain itu, adalah banyaknya momen ikonik di dalam manga ini yang membuatnya menjadi manga sepakbola yang tidak boleh dilewatkan. Salah satunya adalah ketika Kubo secara ajaib mampu melewati sebelas orang pemain lawan namun kemudian meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Bagaimanapun, nyaris tidak ada momen dalam manga sepakbola lainnya yang lebih hebat daripada itu.
Captain Tsubasa
Zinedine Zidane menyukai Tsubasa. Fernando Torres menyukai Tsubasa. Dan hampir semua penggemar sepakbola di dunia ini menyukai Tsubasa. Namun, sepertinya tidak ada yang mencintai Tsubasa lebih besar daripada orang-orang Jepang, terutama para penggemar sepakbola dan para pemain sepakbola.

"Saya bukan seorang penggemar sepakbola. Saya tidak melihatnya di televisi, video, atau media lainnya. Saya tidak melihat sepakbola hingga saya pensiun. Saya tidak mengerti kenapa orang-orang menjadi penggemar sepakbola. Saya tidak melihat olah raga apa pun jadi saya tidak mengerti kenapa orang-orang melakukannya," begitu kata Hidetoshi Nakata, salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Jepang. Lalu, apa yang menyebabkan Nakata bermain bola? jawabannya jelas: manga Captain Tsubasa.
Siapa pun yang terinspirasi oleh Captain Tsubasa layak mengucapkan terima kasih kepada Yoichi Takahashi, sang kreator Captain Tsubasa. Berawal dari gelaran Piala Dunia 1978 di Argentina yang tak pernah dia lewatkan, Takashi kemudian mulai mencintai sepakbola. Saat itu, sepakbola kurang begitu populer di Jepang, di mana baseball lebih banyak digemari. Dan didasari pada kenyataan tersebut, Takashi kemudian mempunyai ide untuk mempopulerkan sepakbola di negaranya melalui sebuah manga. Menariknya, hal tersebut kemudian berhasil. Captain Tsubasa menjadi karya yang fenomenal. Hampir semua orang, baik dari anak-anak hingga orang dewasa, membaca Captain Tsubasa. Selain berhasil mendunia, karya ini juga sukses menginspirasi sepakbola Jepang.
Berbeda dengan Shoot!, Offside, dan Fantasista, banyak hal yang tak masuk akal yang dilakukan Tsubasa dan kawan-kawannya. Tendangan macan, tendangan jarak jauh, tendangan kombo, dan tendangan aneh-aneh lainnya akan muncul dalam manga ini. Selain itu, tim yang dibela Tsubasa nyaris tak pernah kalah – timnas Hugaria 1954 juga akan kalah saat menghadapi tim yang dibela oleh Tsubasa. Meski demikian, Captain Tsubasa tetaplah menjadi ‘kitab suci’ bagi banyak penggemar manga sepakbola.

Giant Killing
Entah apa yang ada di dalam kepala Masaya Tsunamoto ketika memutuskan untuk mencipkan manga ini. Yang jelas, tidak hanya berbeda dari manga sepakbola lainnya, Giant Killing adalah salah satu manga terbaik yang pernah diciptakan.

Manga ini mempunyai tokoh utama seorang pelatih sepakbola, Takeshi Tatsumi. Dia adalah seorang pelatih nyentrik yang mempunyai reputasi bagus di Inggris karena pernah berhasil membawa tim divisi kelima mengalahkan tim divisi utama liga Inggris dalam pertandingan Piala FA. Mengetahui prestasi tersebut, East Tokyo United (ETU), klub yang pernah menjadikan Tatsumi sebagai ikon ketika masih aktif bermain, kemudian berniat menggunakan jasanya. Tatsumi pun kemudian pulang ke Tokyo untuk mencoba mengembalikan reputasi bagus ETU ketika dirinya masih aktif bermain.
Petualangan Tatsumi dan ETU berhasil dikisahkan secara menarik oleh Masaya Tsunamoto. Hampir semua hal yang berhubungan sepakbola ada di dalam manga ini. Dari hubungan klub dengan para penggemarnya, persaingan antar sesama pelatih, cara kerja wartawan, konflik antar pemain, hingga tingkat kepercayaan diri para pemain – setiap bagian mendapatkan porsi yang pas dan Tsunamoto berhasil membahasnya secara mendetail. Selain itu, tidak hanya masalah taktis, Giant Killing juga mampu menunjukkan pentingnya man-management bagi seorang pelatih sepakbola.
Giant Killing sendiri diciptakan Tsunamoto pada tahun 2007 lalu. Manga ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Beberapa waktu lalu, seri ke-42 Giant Killing baru saja dirilis ke pasaran di Jepang.
